Judit Molnár-Hungaria: Saya dan Bahasa Indonesia

Kalau saya mengingat hari kapan saya diwawancarai untuk beasiswa Darmasiswa, saya selalu senyum. Di saat itu, saya tidak tahu apa-apa tentang Indonesia, oleh karena itu hari tersebut saya bangun tidur pagi-pagi untuk mengumpul informasi yang paling penting tentang Indonesia karena saya takut yang duta besar akan tanya saya pertanyaan seperti ’Berapa organg tinggal di Indonesia?’, ’Apa kamu tahu tentang wayang kulit?’, ’Bisa meceritakan sedikit tentang sejarah dari Yogya?’. Saya, untuk pertama kali, melihat peta dari Indonesia dengan baik dan saya pikir: ’Apa saya bisa melakukan kalau saya mendapat beasiswa untuk belajar di salah satu pulau kecil seperti Komodo?’ Saya masih tidak tahu banyak tentang Indonesia... dan saya tidak tahu yang tidak ada universitas di setiap pulau di Indonesia.

Dan seperti satu bagian dari persiapan saya, saya mau belajar beberapa kata di bahasa Indonesia untuk kesan duta besar. Oleh karena itu, saya buka google translate dan menulis pertama hal yang setiap orang mau tahu seperti ungkapan pertama di setiap bahasa: ’How are you?’. Dan saya tidak bisa perhentian tertawa ketika saya membaca hasil: ’Apa kabar?’ karena di ibu bahasa saya ada ’Apa kapar’ yang membunyi sama berarti: ’Bapak saya menulis cakar’. Ketika saya datang ke kedutaan besar, saya lupa setiap kata dan ungkapan yang saya cari sebelumnya, kecuali satu: ’Apa kabar?’ yang saya akan mengingat sampai saya mati.

Kalau saya mendapat berita yang saya bisa datang ke Indonesia untuk satu tahun, saya mau belajar kata-kata di bahasa Indonesia lagi, tetapi karena tidak bisa menemukan kamus bahasa Indonesia di toko buku di Hongaria, saya meminjam buku jalan-jalan dari perpustakaan dan saya memulai belajar kata-kata yang ada di belakang buku itu. Dan saya tertawa lagi, karena contohnya, ada kata ’cumi’ yang ada juga di bahasa Hongaria dan berarti ’dot untuk bayi’. Dan saya menemukan satu kata yang menjadi favorit saya: ’mengerti’ yang hampir sama di bahasa Hongaria, ada hanya satu huruf berbedaan: ’megerti’ dan artinya sama. Saat itu, saya mengerti yang belajar bahasa Indonesia akan proses lucu.

Dan saya betul. Ketika kami datang ke Indonesia, kami ke Jakarta untuk ’Opening Ceremony’, tetapi setelah ini, kami langsung harus mencari kos karena ada akomodasi di Yogya didiakan oleh universitas hanya untuk pertama 3 hari. Selama waktu itu, kami harus dipakai kata-kata khusus banyak kali, seperti ’rumah’, ’kos’, ’harga’, ’mahal’ dan seperti ini, saya belajar dengan cepat. Oleh karena itu, ketika ada ujian untuk memutuskan tingkatan kami, saya sudah bisa menjawab beberapa pertanyaan. Namun, ini berarti yang saya dipilih untuk kelas A2 dan saya memulai belajar bersama dengan teman-teman Darmasiswa yang sudah belajar bahasa Indonesia sejak 1-2 tahun! Awalnya, ini sulit sekali. Banyak kali, saya duduk di kelas dan pikir: ’Kenapa saya di sini? Saya tidak bisa mengerti dosen! Saya mau hilang!’ Saya mengingat satu latihan ketika kami harus membaca tentang orang terkenal yang punya gambar di uang di Indonesia dan saya mengingat yang tidak ada kata yang saya bisa mengerti.

Tetapi kami sangat beruntung karena kami punya dosen-dosen dan tutor-tutor yang sangat antusiast dan berguna dan sabar juga dan dengan bantuan mereka, setiap minggu, kami bisa berbicara dengan lebih baik. Ada banyak permainan dan sering kami mendapat makanan kecil kalau kami bisa memenangkan yang adalah motivasi terbaik. Saya lebih suka kelas membaca karena dosen selalu membawa tulisan tentang budaya Indonesia dan seperti ini, saya bisa belayar tentang suku yang potong jari kalau berdukacita atas keluarga atau teman-teman yanf meninggal dan tentang bangunan terkenal dari Semarang yang saya menkunjungi setelah itu. Tetapi perbaikan besar memulai untuk saya ketika saya memulai jalan-jalan. Pertama ke Cultural Camp dengan teman-teman Darmasiswa di mana kami tinggal dengan keluarga Indonesia di desa kecil dan berpartisipasi di kegiatan bersama mereka dan kami terdesak untuk berbicara dengan mereka. Walaupun 90% dari percakapan kami dengan gerak-isyarat, kami bisa mengerti apa yang mereka mau bilang.

Lalu, saya ke Karimunjawa dengan teman Darmasiswa dari ISI yang orang Hongaria dan belajar batik. Tetapi dia belum bisa berbicara bahasa Indonesia dan saya harus selalu membeli tiket, meminta makanan, meminta direksi, dll. Pertama, ini sangat sulit untuk saya, tetapi nanti satu keluarga mengajak kami untuk tinggal di rumah mereka untuk satu hari dan saya harus menterjemahkan setiap kalimat di antara teman saya dan mereka. Proces ini sering seperti ini: ’Saya... hmmmm.... di mana kamus?.... hmmm.... mau.... hmmm... tidak bisa menemukan kata ini... aaahhh... pergi ke... hmmm... sebentar, ya?... ke pantai’, tetapi saya sangat bangga yang saya bisa berbicara dengan mereka.

Hanya 1 bulan nanti ada Mini Projekt yang awalnya saya membenci dengan seluruh hati saya, karena untuk saya tampaknya hal yang mustahil menulis 12 halaman di bahasa Indonesia tentang satu aspek budaya Indonesia. Saya perjuangan banyak selama proces ini, tetapi sekarang saya sangat senang yang saya harus menulis itu karena seperti ini, saya bisa belajar tentang suku Mentawai yang sangat menarik dan yang saya pasti mau menkunjungi kapan-kapan.

Sehubungan jalan-jalan, satu motivasi lagi ada ketika saya mengerti yang kalau bisa berbicara di bahasa Indonesia, harga tiba-tiba menjadi tengah dari ’harga bule’ atau masih lebih murah. Meskipun saya sampai hari ini belum memperoleh strategi dengan baik untuk mendapat ’harga orang Indonesia’ di transportasi umum, saya sudah bisa melihat perbedaan yang besar kalau saya meminta tiket saya di bahasa Indonesia.

Selama semester kedua, ada lebih banyak tekanan pada kelas budaya, tetapi ada dua kelas untuk memperbaiki bahasa Indonesia kami: kelas membaca dan kelas pidato. Meskipun awalnya tidak ada orang yang bisa mengerti kenapa kami harus belajar membuat pidato, ketika saya melihat Áron mendapat juara kedua di lomba pidato di Padang, saya sangat bangga karena dia juga tidak bisa bahasa Indonesia sebelumnya dan memulai belajar bahasa Indonesia di sini. Dan sekarang akan tinggal di Indonesia lagi. Walaupun saya tahu yang kecapakan bahasa Indonesia saya belum bagus sekali, saya mengerti berapa saya belajar di dalam 9 bulan ketika saya ke Bromo dengan teman saya yang ikut saya ke Karimunjawa. Karena dia bisa berbicara bahasa Indonesia masih hanya sedikit, saya selalu berbicara selama perjalanan ini dengan orang Indonesia. Kami membonceng banyak, oleh karena itu saya selalu harus menerangkan banyak hal-hal dan satu kali orang yang kami ikut mengajak kami untuk melihat air terjun bersama dengan mereka dan satu kali orang lain mengajak kami untuk tinggal di rumah mereka. Seperti ini, kami bisa penggalaman hal-hal yang orang yang tidak bisa bahasa Indonesia pasti tidak bisa.

Satu kali ketika saya masih sangat mudah, di kelas ilmu bahasa di Hongaria, saya belajar tentang kegampangan dari bahasa Indonesia. Kami diajar yang di bahasa ini tidak ada masa berbeda dan untuk membuat bentuk jamak, kami hanya harus ulang kata benda. Saat itu, untuk saya informasi ini adalah hanya salah satu hal yang harus belajar untuk ujian dan saya tak pernah pikir yang satu hari saya akan datang ke Indonesia untuk belajar bahasa ini. Namun, sekarang sudah bisa menulis eksposisi yang besar di bahasa Indonesia tentang bahasa Indonesia. Saya sangat senang yang saya punya kesempatan ini, karena ini salah satu pengalaman lebih menarik di kehidupan saya dan saya mau terima kasih Ibu Nuning untuk bantuan Anda untuk saya bisa bahasa Indonesia.
 

Judit Molnár-Hungaria